Dunia khususnya negara-negara di Asia sedang dilanda cuaca panas ekstrem beberapa waktu belakangan ini. Beberapa wilayah Asia yang tersengat cuaca mendidih ini diantaranya adalah China, Thailand, Bangladesh, Myanmar, Laos dan juga India tak terkecuali Indonesia.
Bahkan, https://hokijackpot.online/ Bangladesh sempat menembus suhu panas tertinggi di atas level 51 derajat celcius.
Jika dicermati lebih lanjut, cuaca ekstrem ini tak hanya mendatangkan malapetaka, melainkan juga berkah bagi produsen-produsen batu bara seperti halnya Indonesia.
Kebutuhan batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik diprediksi akan mengalami peningkatan tatkala permintaan listrik untuk pendingin ruangan di negara-negara yang terserang cuaca panas ekstrem mengalami lonjakan.
Misalnya saja India dan China, yang saat ini juga mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) namun terpaksa harus susut lantaran cuaca panas ekstrem tersebut. Sehingga, negara-negara ini harus kembali memperbesar porsi pembangkit dari batu baranya.
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengungkapkan bahwa Indonesia juga bisa memanfaatkan cuaca panas yang terjadi belakangan ini untuk dijadikan momentum produksi dan penjualan batu bara.
“Sangat menguntungkan saat kita tahu, pertama, tahun 2023 kan target produksi nasional kita di kisaran 694 (juta ton) anggap saja 700 juta (ton),”
“Dan kita tahu bahwa kebutuhan dalam negeri yang terpenting bagi kelistrikan nasional sekitar 165 (juta ton) plus termasuk stok kalau pemakaian sekitar 137 (juta ton) anggap saja domestik untuk kelistrikan 165 juta ton plus industri. Sehingga kita lihat ada potensi besar apapun termasuk untuk ekspor,” jelasnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (27/4/2023).
Adapun Singgih menilai kondisi cuaca panas bisa berpengaruh pada kenaikan energi sehingga hal ini turut berpengaruh pada meningkatnya kebutuhan akan energi di beberapa negara.
“Benar bahwa kondisi suhu panas bisa berpengaruh terhadap kenaikan energi khususnya kekurangan dari energi air. Sehingga kalau kita lihat pada dasarnya kenaikan harga ini lebih didorong bukan masalah India dan China, tapi kita harus letakkan pada masalah bagaimana bauran energi negara tersebut,” tambahnya.
Seperti diketahui, peristiwa buruk karena cuaca panas pernah melanda beberapa negara khususnya China dan India. Pada musim panas lalu yang mana mereka kekurangan pasokan listrik dan batu bara karena suhu yang meningkat drastis. Kedua negara sebetulnya sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari.
India sudah mengimpor batu bara sebanyak 2,2 juta ton atau naik 25% (month to month/mtm) pada Februari.
Produksi batu bara India juga ditingkatkan hingga mencapai 892 juta ton pada April 2022 hingga Februari 2023. Jumlah tersebut naik 14,7% (year on year/yoy).
Kantor Kepabeanan China melaporkan impor batu bara China pada kuartal I-2023 mencapai 101,8 juta, melonjak 96% dibandingkan periode yang sama.
Selama Maret saja, impor batu bara China menembus 41,17 juta ton, melesat 151%. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari 2020 atau pra-pandemi.
Kenaikan permintaan ini tentu akan berimbas kepada negara pemasok, terutama Indonesia dan Rusia.
Ekspor batu bara Rusia ke China dan India melonjak drastis sejak tahun lalu. Embargo impor dari Eropa membuat Rusia terpaksa menjual batu bara dengan harga lebih murah. Kondisi ini menjadi keuntungan bagi China dan India.
Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri melaporkan China dan India masih menjadi pasar utama batu bara RI. Data BPS menunjukkan ekspor batu bara ke India mencapai 23,97 juta ton pada kuartal I-2023 dengan nilai menembus US$ 1,91 miliar.
Ekspor batu bara RI ke China menembus 20,94 juta ton dengan nilai US$ 2,06 miliar pada kuartal I-2023.