Kudu Berbenah, Tingkat Kelaparan RI Masih Urutan 77 Dunia

Infografis: Biang Kerok Kemiskinan RI

Setiap negara pastinya berupaya untuk memusnahkan angka kelaparan di negerinya. Global Hunger Index (GHI) telah merilis laporan yang di dalamnya terdapat negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di dunia tahun 2022. Ini bisa menjadi acuan Indonesia untuk selalu berbenah.

Sebagai informasi, GHI merupakan alat untuk mengukur dan melacak kelaparan secara komprehensif di tingkat global, regional, dan nasional. Skor GHI didasarkan pada nilai dari empat indikator komponen, diantaranya adalah kekurangan gizi, stunting, child wasting, dan kematian anak.

GHI juga menggambarkan situasi kelaparan suatu negara yang berhubungan dengan kebutuhan dasar fisiologis manusia, yaitu kebutuhan pangan dan nutrisi.

Dalam laporannya, setidaknya terdapat 10 negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di dunia. Data ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pemerintah Indonesia agar tidak kejadian seperti negara ini.

Berdasarkan laporan tersebut, memang Indonesia tak termasuk ke dalam daftar 10 besar negara dengan tingkat kelaparan tertinggi. Yaman menduduki posisi pertama negara dengan tingkat kelaparan tertinggi di dunia dengan skor GHI sebesar 45,1 poin.

Untuk diketahui, indeks di bawah 9,9 poin menunjukkan kelaparan yang rendah, indeks 10-19,9 level moderat, dan indeks 20-34,9 dalam level serius. Selanjutnya, indeks 35-49,9 dalam level mengkhawatirkan dan di atas 50 sangat mengkhawatirkan.

Bagaimana Dengan Tingkat Kelaparan di Indonesia?

Dalam Laporan Global Hunger Index, Indonesia sendiri menempati urutan ke-77 dari 121 negara dengan perhitungan skor Global Hunger (GHI) sebesar 17,9. Dengan ini, Indonesia memiliki level kelaparan yang moderat.

Data di atas merupakan skor GHI untuk Indonesia sejak tahun 1998 hingga 2022, dalam penyajiannya tahun 1998-2022 di rilis tahun 2022. Jika melihat data tersebut, secara tren sejak 2014-2022 GHI Indonesia terus mengalami penurunan yakni dari 22,2 masih berada di level kelaparan serius menjadi 17,9 di level moderat tahun 2022.

Data tersebut juga menunjukkan bahwa Indonesia pernah mencatat GHI tertinggi yakni pada 2007, angkanya mencapai 29,1. Level ini sudah membawa Indonesia ke level kelaparan serius.

Peningkatan angka GHI suatu negara menunjukkan situasi kelaparan semakin memburuk. GHI menggunakan empat indikator yang bisa mewakili pemenuhan gizi suatu negara.

Jika ditelusuri lebih dalam pada tahun 2007 tersebut ternyata ada lebih dari 19 juta penduduk Indonesia masih kekurangan gizi. Bahkan 2 hingga 3 anak dari setiap 100 anak, meninggal sebelum berusia 5 tahun.

Kemudian beranjak pada 2021 tingkat kelaparan Indonesia berada di level 18, dan tahun 2022 berada di level 17,9, angka ini sudah menurun cukup jauh dibanding tahun 2014yang indeksnya masih di atas level 20.

Turunnya indeks kelaparan Indonesia dipicu oleh turunnya proporsi penduduk kurang gizi, prevalensi balita stunting, serta angka kematian balita secara nasional. Namun, prevalensi balita kurus masih menunjukkan peningkatan.

Meski secara umum ada perbaikan kondisi, indeks kelaparan Indonesia masih tergolong tinggi di kawasan Asia Tenggara, meskipun masih di bawah Laos sebagai tingkat kelaparan tertinggi di ASEAN yakni di level 19,2. Berikut ini indeks kelaparan negara ASEAN pada 2022.

Meskipun angka menunjukkan Indonesia masuk ke dalam kategori Moderat, namun pemerintah tetap harus hati-hati dan terus fokus untuk perbaikan dalam hal kedaulatan pangan, kecukupan pangan, keterjangkauan, kemampuan membeli masyarakat serta gizi yang cukup dari pangan tersebut.

Harapannya angka 17,9 ini dapat terus ditingkatkan ke bawah level 9,9 yang menunjukkan tingkat kelaparan yang rendah.

Pangan adalah kunci pokok yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Jika kebutuhan pangan tak terpenuhi, akan menimbulkan kelaparan, ketidakseimbangan pangan, kurang gizi yang memicu tingginya stunting dan penyakit lainnya.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, angka stunting turun 11,4% dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022.

Dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendahnya kemampuan anak untuk belajar, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak.

Oleh karena itu, bukan hanya berkutat pada stunting tapi juga kelaparan secara umum yang harus selalu menjadi persoalan serius yang terus membutuhkan tindak lanjut. Data ini salah satunya bisa di lihat dari tingkat kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia.

Data berbicara, ada 5,98 juta penduduk Indonesia yang masih dalam kondisi kemiskinan ekstrem. Untuk diketahui, kemiskinan ekstrem atau kemiskinan absolut merupakan kondisi seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer, seperti makanan, air minum, sanitasi, kesehatan, pendidikan, serta tempat tinggal.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikutip Bank Dunia, ada 5,98 juta orang yang berada dalam kondisi kemiskinan ekstrem pada 2021. Jumlah tersebut setara 2,16% dari total populasi.

Terbaru, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlahorang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Jumlah ini naik tipis dibandingkan pada akhir Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.

Mengapa menilik data kemiskinan? Ini merupakan data riil yang bisa dilihat sebagai salah satu acuan pemerintah dalam mengentaskan kelaparan di Tanah Air.

Perlu diingat bahwa, menghilangkan kelaparan dan menjaga gizi baik ini menjadi salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang diperkirakan akan terealisasi di tahun 2030.

Melalui Sustainable Development Goals (SDGs) diharapkan masalah kelaparan dan ketahanan pangan akan terselesaikan seiring dengan berjalannya strategi pertumbuhan ekonomi yang akan menggandeng berbagai masalah sosial mulai dari pendidikan, kesehatan, kemerataan peluang kerja, sambil mengatasi perubahan iklim.

Dalam upaya tersebut setidaknya terdapat 17 target yang diharapkan akan tercapai pada tahun 2030, diantaranya menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan energi dan gizi baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.

Target-target tersebut sangat berkaitan dan berkesinambungan antara satu dengan lainnya. Karena ketika target-target lain seperti kemiskinan, pendidikan berkualitas, energi bersih dan terjangkau, kesetaraan peluang kerja serta pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, tercapai, maka akan terselesaikan pula masalah kelaparan dan ketahanan pangan ini.

Terlebih tahun lalu, isu krisis pangan terus menghantui negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Tak heran, isu zona merah kelaparan terus menjadi perbincangan pemimpin negara saat ini.

Harapannya, pemerintah dan semua lembaga terkait termasuk BUMN dapat bersinergi untuk menyelesaikan agenda ketahanan pangan tentunya bisa melibatkan masyaraka petani.

Terlebih, saat ini saat ini pemerintah rasanya sudah memiliki cukup modal infrastruktur untuk mengakselerasi agenda intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Sehingga pada akhirnya akan memberikan dampak kemandirian dan ketahanan pangan nasional.

Selain itu, pemerintah daerah juga turut andil untuk mengentaskan persoalan kelaparan ini. Salah satu masalah gizi di Indonesia adalah stunting atau kondisi gagal tumbuh kembang anak akibat kurang gizi kronis.

Di sisi yang tak terlihat dan sering di abaikan adalah Masalah pangan juga menimbulkan kelaparan tersembunyi (hidden hunger) yakni kekurangan zat gizi mikro.

Untuk menghindarinya, anak-anak mesti dikenalkan berbagai macam makanan berikut gizinya. Hal ini butuh peran orangtua. Ia juga mendorong agar anak diajari makan dengan kesadaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*