Sempat Dicolek Gibran, Jokowi Sahkan Perpres Carbon Capture
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi menerbitkan aturan main mengenai skema penangkapan dan penyimpanan karbon. Hal tersebut termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture Storage (CCS).
Aturan ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada 30 Januari 2024 dan diundangkan di Jakarta https://38.180.14.226/ pada 30 Januari 2024. Perpres ini diterbitkan dalam rangka memenuhi target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan menuju net zero emission 2060 atau lebih cepat melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.
“Bahwa Indonesia memiliki potensi besar sebagai wilayah penyimpanan karbon dan berpotensi menjadi lokasi penangkapan di tingkat nasional dan regional sehingga meningkatkan daya tarik investasi dan menciptakan nilai ekonomi dari proses bisnis penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan karbon,” bunyi pertimbangan Perpres tersebut, dikutip Rabu (31/1/2024).
Beleid ini juga untuk memberikan landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penurunan emisi.
Di dalam pasal 3, penyelenggaraan CCS pada Wilayah Izin Penyimpanan Karbon dilaksanakan oleh pemegang izin berdasarkan lzin Eksplorasi dan lzin Operasi Penyimpanan.
Pasal 24 ayat 1 menyebutkan Menteri ESDM memberikan Izin Operasi Penyimpanan setelah pemegang lzin Eksplorasi memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Sementara pasal 25 ayat 1 berbunyi Izin Operasi Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) diberikan paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun untuk setiap kali perpanjangan dengan mempertimbangkan kapasitas penyimpanan.
Perpres ini mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tahun 2023. Pasalnya, Perpres ini juga memberikan ruang bagi industri di luar hulu migas untuk melakukan injeksi CO2 ke wilayah kerja injeksi.
Selain itu, melalui Perpres ini penyelenggaraan CCS juga dapat dilakukan antar lintas negara. Di mana apabila suatu negara penghasil emisi tidak mempunyai area untuk diinjeksikan, dimungkinkan dapat disimpan di wilayah kerja injeksi di Indonesia.
Di dalam Pasal 45 ayat 1 berbunyi, dalam rangka memfasilitasi pengangkutan penyelenggaraan CCS lintas negara, dilakukan perjanjian kerja sama bilateral antar negara.
Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman semua pihak untuk menerbitkan rekomendasi atau izin yang diperlukan dalam rangka Pengangkutan Karbon lintas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara masing-masing.
Adapun, perjanjian kerja sama dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan mengenai perjanjian internasional.
Sementara, di dalam Pasal 46 ayat 1 berbunyi Perjanjian kerja sama bilateral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 harus memperhatikan aturan internasional mengenai kerja sama dalam rangka mitigasi perubahan iklim.
Ketentuan lebih lanjut mengenai implementasi ketentuan-ketentuan perjanjian kerja sama bilateral diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri untuk masing-masing sektor sesuai kewenangannya.
Kemudian di Pasal 47 ayat 1 berbunyi setiap kegiatan Pengangkutan Karbon ke dalam wilayah kepabeanan Indonesia wajib dilakukan melalui moda pengangkutan dengan standar dan kaidah keteknikan yang memenuhi aspek keselamatan, kesehatan kerja, dan perlindungan lingkungan.
Terhadap Karbon yang diangkut ke dalam wilayah kepabeanan Indonesia, wajib diregistrasikan oleh pengimpor sebanyak 1 (satu) kali pada saat pertama kali impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk Pengangkutan Karbon ke dalam wilayah kepabeanan Indonesia dilakukan setelah adanya perjanjian bilateral antara negara Republik Indonesia dengan negara tempat Karbon dihasilkan dan ditangkap. Kemudian, dalam hal terjadi Kebocoran selama Pengangkutan Karbon lintas negara Republik Indonesia, Kebocoran tersebut tidak menambah inventaris gas rumah kaca Indonesia.
Pengukuran Karbon pada setiap rantai proses CCS harus menggunakan alat ukur serah terima yang terkalibrasi yang harus dipasang di titik serah terima dari penghasil emisi ke pemegang lzin Transportasi Karbon dan dari pemegang lzin Transportasi Karbon ke pemegang lzin Operasi Penyimpanan dan atau Kontraktor.
Hak dan kewajiban terkait mekanisme serah terima Karbon lintas negara termasuk tanggung jawab apabila terjadi Kebocoran pada setiap rantai proses diatur dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan sesuai kesepakatan antara penghasil emisi dengan pemegang lzin Transportasi Karbon, pemegang lzin Operasi Penyimpanan, dan/atau Kontraktor.
Domestik lebih besar
Meski demikian, di dalam Pasal 35 tertulis, kapasitas penyimpanan karbon diprioritaskan untuk penghasil karbon domestik. Setidaknya, Kontraktor dan pemegang lzin Operasi Penyimpanan yang menyelenggarakan CCS wajib mengalokasikan sebesar 70% dari total kapasitas Penyimpanan Karbon untuk dicadangkan sebagai Penyimpanan Karbon domestik.
Kontraktor dan pemegang lzin Operasi Penyimpanan yang menyelenggarakan CCS dapat mengalokasikan sebesar 3Oo/o (tiga puluh persen) dari total kapasitas Penyimpanan Karbon untuk digunakan sebagai Penyimpanan Karbon yang berasal dari luar negeri.
Penyimpanan Karbon yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan oleh penghasil Karbon yang melakukan investasi dan/atau terafiliasi dengan investasi di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, topik CCS sendiri menjadi sorotan belakangan ini ketika Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka menanyakan kepada lawan debatnya yakni Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD, mengenai pembuatan regulasi CCS jika pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam debat tersebut, Gibran mengungkapkan ketidakpuasan atas jawaban yang diberikan Mahfud MD terkait kebijakan dan regulasi perihal carbon capture and storage (CCS). “Simpel sekali pak, mohon dijawab sesuai pertanyaan yang saya tanyakan, ndak perlu ngambang ke mana mana,” katanya.
Gibran mengaku menanyakan pertanyaan tersebut kepada Mahfud MD karena dianggap memiliki keahlian di bidang hukum. Meski demikian jawaban yang diberikan oleh Mahfud tidak membuat Gibran puas dan menyebut Mahfud MD menjawab 2 menit tapi tidak menjawab sama sekali pertanyaan yang ia tanyakan.